Puisi Lingkungan – Kumpulan puisi lingkungan hidup dan keindahan alam berikut ini merupakan kumpulan syair indah karangan pembaca yang dirangkum dari berbagai sumber. Puisi lingkungan berisi rasa syukur atas nikmat tuhan yang tercermin dari kelestarian lingkungan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan kehidupan manusia di sekitar kita. Silahkan disimak!
Daftar Isi
- Kumpulan Puisi Lingkungan Hidup Terbaik
- Puisi Lingkungan Sekitarku
- Taman
- Kemarau Diam
- Hijau Rindang Sekolahku
- Persamaan
- Puisi Keindahan Lingkungan – Hamparan Mutiara
- Aku dan Bangau
- Hujan
- Nostalgia Negeri Sampah
- Puisi Lingkungan – Alamku Berbicara
- Puisi Bencana Alam – Tanah Longsor
- Rinduku pada hutan
- Membaca Tanda-tanda
- Alam Desaku
- Puisi Lingkungan – Lembayung Jingga
- Berita Alam
- Puisi Keindahan Alam – Di Tepi Laut
- Kicau Burung
- Aku bersyukur
- Sawah
- Puisi Lingkungan – Biru
- Indahnya Potongan Surga
- Namaku Alam
- Puisi Lingkungan – Bumi Pertiwi
Kumpulan Puisi Lingkungan Hidup Terbaik
—
Puisi Lingkungan Sekitarku
Aku lupa memedulikan lingkunganku
Saat lingkungan ku kotor
Aku lupa membersihkannya
Saat ku tercemar
Aku tidak membersihkannya
Lingkunganku
Kau menjadi berpolusi karena manusia
Kau menjadi kotor karena kami
Semua ulah itu kesalahan kami
Lingkungan hidupku
Maafkanlah perbuatan kami
Maafkan pula kelalaian kami
Mulai saat ini kami pasti akan menjagamu
—
Taman
Taman punya kita berdua
tak lebar luas, kecil saja
satu tak kehilangan lain dalamnya
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
halus lembut dipijak kaki
Bagi kita bukan halangan
Karena
dalam taman punya berdua
kau kembang, aku kumbang
aku kumbang, kau kembang
kecil, penuh surya taman kita
tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia
—
Kemarau Diam
Kemarau diam di jiwaku. Serangkai
bayang-bayang randu tumbang, berisi adzan
dengan pilu. Pahamilah bagaimana mataku rabun,
jumpalitan, begitu cemburu. Aku susuri ketiakmu,
tapi rupanya jalanan makin malam,
meski aku telah tinggalkan dirimu. Sepanjang keriuhan kelu,
mayatku terpencil. Ingus para pejalan bergayutan
di jenggotku
Seluruh kesumat dan derita memacu
pengetahuanku. Arwahku memanggil namamu,
sementara panorama lebur, selangkah demi selangkah
memudar, menjelajahi batu. Di dasar pijaran kabut,
aku adalah jenazah bagi setiap hasrat dan kesintalanmu.
Kegembiraanku mengintip tato kupu-kupu di pusaramu.
Malam makin dingin, mendzikirkan diamku.
Penampakan-penampakan gaib, samun, mencair
hitam bersama salju.
Karena bunga-bunga gugur adalah sihir
yang menghidupkan bangkai-bangkai, juga sajak-sajakku.
Demikianlah dingin meledak bersama shalatku.
Pohon-pohon yang rabun dalam gerimis kabur
bersama gemuruh. Aku wudhlu matahari
meniupkan terompet seribu tahun
di hari-hari pagi talkin seratus gerhana menafasiku.
Dunia kelak hanya kelam yang mempasakkan
gaung-gaung. Halimun menghirup mayat-mayat
rumput. Aku kini pelangi. Peneguh riwayat
ketelanjangan
letusan-letusan peluru.
—
Hijau Rindang Sekolahku
Di sini aku menemukan hidup baru
Dalam deraian syukur dalam kalbu
Menatap masa depan di dalam rumah keduaku
Sekolah tempatku mencari ilmu
Di sini, kehijauan yang menghampiri ruang dan waktu
Angin semilir diterpa kesejukan
Membelai tubuhku lembut
Kedamaian merasuk dalam hati
Di Sini, di Sekolahku
Aku duduk di bawah pohon
Diatas rumput hijau yang mengindahkan pandang mata
Dengan lembutnya semilir angin
Dengan sejuknya udara,
Sekolah adalah taman terindah pencari ilmu
—
Persamaan
Alam adalah kuil dimana pilar-pilarnya berjiwa
Kadang-kadang menggaungkan gebalau kata-kata;
Insane lalu di sana lintas rimba lambing dan tanda,
Yang menyuguhinya pandangan bagai seorang saudara.
Bagai gema-gema panjang yang berhimpun di kejauhan
Dalam suatu pumpunan yang dalam dan gelita,
Luas seperti malam dan laksana siang megahnya,
Aneka wangi, warna dan bunyi lalu berjaawab-jawaban.
Ada bauan ssegar, bagai daging kanak-kanak menghawa.
Manis bagai seruling, hijau seperti padang-padang
-dan juga si kaya busuk dan serba megah,
Yang bagai hal-hal abadi, menyan dan cendana.
Bagai ambar dan kesturi di dalam kembang,
Yang menyanyikan gairah dari nafsu dan jiwa.
—
Puisi Keindahan Lingkungan – Hamparan Mutiara
Sepi hening dikeramaian
menatap hari tanpa dedaunan
tak satupun serpan daun menerawang
menutupi diri dalam ketenangan
berdiri sepi menatap rembulan
ditemani sang kekasih malam
hamparan mutiara bersinar terang
tanpa bunyi rembulan malam
diri runtuh benuh keikhlasan
menuntun diir mengharap penerangan
wujut nyata tanpa bayangan
mensyukuri indahnya angin
menitih air dari rembulan
melapas angan angan menunggu ke ikhlasan
agar datang ketenangan
—
Aku dan Bangau
Air danau nan tenang
Nyaris beku oleh dinginnya musim
Kala bangau menari diatasnya
Menari bagi sang kekasihnya
Aku berdiri di tepi danau itu
Menikmati indahnya salju yang turun
Lalu aku berteduh di sebuah paviliun
Duduk dan minum teh yang hangat
Bangau-bagau itu menari terus
Tak jarang bangau itu terbang dan mendarat lagi
Sebagian lagi terlihat cemas dan khawatir
Seperti ada sesuatu akan terjadi
Aku berpikir sejenak sambil memandang mereka
Apakah mereka bangau yang kebal udara dingin
Rasanya aku ingin berbagi tehku pada mereka
Tapi mereka hanya terus menari
—
Hujan
Hujan turun deras menjelang bulan sebelas
Menyirami halaman depan yang selama ini gersang
Rerumputannya kembali tumbuh hijau
Yang dulu meranggas dimusim kemerau
Kali kecil naik sampai pinggang
Bau tanah basah menguap dari kebun belakang
Aroma pagi terasa hingga siang
Suasana hati sejuk riang
Lelah luluh tak tunggu larut
wajah – wajah pulas tak berkerut
seakan hilang semua kemelut
seakan hidup tanpa maut
—
Nostalgia Negeri Sampah
aku tak lagi heran
nusantara ini dipenuhi lautan sampah
disana-sini sering aku memandanginya
kotoran-kotoran manusia yang sejak lama telah ada
untunglah,
masih masih ada mereka
mereka sudi memilih dan memilah kotoran-kotoran itu
biarkan saja…
isi perut mereka adalah hasil jerih payahnya
—
Puisi Lingkungan – Alamku Berbicara
Pertiwi kini berduka,
Pertiwi kini berteriak,
Memangil, mencari,
Dimana manusia berada???
Pertiwi berkata
Masih adakah manusia yang akan melayaniku???
Kutumpahkan lahar di Jogja,
Kuberi air bah untuk Mentawai,
Kudatangkan banjir untuk Wasior,
Dab kubuat Jakarta tenggelam,
Hutanku, kekayaanku,
Telah kau rampas dengan paksa,
Kau curi seluruh isi perutku…
Aku hanya ingin kau lindungi agar ku dapat bertahan,
Dan dapat memberikan nafas kehidupan untuk mu manusia
Lindungi aku, dan jangan rampas hak milikku
Aku menangis karena kau sakiti,
Dan kau menangis setelah aku tumpahkan isi perutku
—
Puisi Bencana Alam – Tanah Longsor
Suara gemuruh menderu-deru
Ku pikir itu kendaraan yang berlalu
Namun orang-orang mulai berteriak pilu
Kulihat tanah melaju, menuruni bukit-bukit biru
Ia menerjang apapun, menimbun semuanya seakan tak mau tahu
Ia menimbun semuanya, menjadi serpihan debu
—
Rinduku pada hutan
Rinduku pada Hutan
Menghirup udaranya
Memandang Rimbunya
Hijau Daunnya
Sepinya
Rinduku pada hutan
Menginjak rumputnya
Embunnya
Rinduku pada hutan
Mendengar kicau burungnya
Teriakan sang kera
Auman harimau
Kegesitan kijang
Atau ular yang melata
Rinduku pada hutan
Rindunya kehidupan
—
Membaca Tanda-tanda
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan
Meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
Tapi, kini kita telah mulai merindukanya
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut tampaknya
Burug-burung kecil tak lagi berkicau di pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan gunung memompa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa banjir
Banjir membawa air
Air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda
—
Alam Desaku
Kulihat sawah membentang
warna hijau bagai permata alam
kucoba telusuri jalan
akankah tetap begitu
Kuingin tetap begini
terlihat apa adanya
kuingin tetap begitu
terlihat kenyataanya
Mentari mulai tenggelam
dan..akupun teteap disini
menikmati alam yang ada
anugerah dari yang kuasa
Oh..alam desaku
…aman dan damai
Oh…. alam desaku
….lestarikanlah
—
Puisi Lingkungan – Lembayung Jingga
Lembayung jingga masih setia
diatas bukit yang sama
beranjak perlahan melepas senja
menunggu sesaat sambut kejora
Sedikt engkau terlihat resah
saat pekat hendak menjelma
seakan kau terluka
saksikan kiprah para manusia
Raut wajahmu tak seindah dulu
selalu ceria dan tak pernah sendu
kini kau simpan dendam menggebu
pada kami yang merasa tak tahu
Kau tatap kami dengan sinarmu yang tajam
bagai ceria yang siap menghujam
tanpa merasa ada batas yang menghadang
karena kami yang selalu jauh pada Sang Khalam
—
Berita Alam
Halilintar menggelegar, daun-daun berguguran
Langit biru menghilang
Burung terbang tinggalkan sarang
Rintik hujan berjatuhan, payung-payung dikenakan
Pohon tumbang tercabut dari akarnya
Awan hitam semakin mengembang
Kulangkahkan kakiku menuju cakrawala
Gapai harapan mimpi indah
Kupetik senar gitarku nyanyikan lagu tra la la
Merah putih sudah kusam warnanya
Burung garuda entah terbang kemana
Pancasila tak lagi bermakna
Indonesiaku tertutup wajahnya
Badai datanglah hentak kegersangan
Hujan air turunlah sirami kekeringan
Mentari terbitlah ubah kesuraman alam ini
Nergri ini….
—
Puisi Keindahan Alam – Di Tepi Laut
Diujung musim yang bertiup angin
bagai denguas gurun pasir
cahaya melompat dalam lautan salju
diseretnya langkah dimalam itu
dalam putih waktu
kutawarkan pada-Mu
jenuh semesta ini kupenuhi isi
dihidupmu nasib dunia
bentangkan kedua tangan mu
pohon-pohon kering di tepi laut padang pasir
menyanyi dalam gaib malam
kepada seluruh dunia
yang menelankan dipucuk pantai
kuburlah hidup tanpa kesadaran
—
Kicau Burung
Kicau burung yang menyusup lewat
sela daun mangga bersama hangatnya mentari pagi
adalah sebuah misteri
pada siapa rindu kubagi
Kicau burung yang menggetarkan ibaku
daun terbang entah kemana
adalah sebuah duka
yang tertinggal dari kibasan
sayap lukanya
—
Aku bersyukur
Tuhan mengijinkanku untuk dapat belajar
Di sekolah yang indah permai
Dengan pohon berjejer rapi di depan
Aku berterima kasih
Untuk orang tua yang menyayingku
Hingga aku dapat menimba ilmu
Di rumah pengetahuan yang terbentang
Di sekolah ini
Kedamaian selalu kurasakan
Tenang menghanyutkan rasa
Dalam kedamaian yang merasuk jiwa
—
Sawah
Kau bangun di awal hari, sebelum muncul mentari pagi, sebelum kokok ayam jantan pertama berbunyi
Kau mempersiapkan segalanya, untuk pekerjaanmu pagi ini
Cangkul di tangan kanan, rantang nasi di kiri
Kau pergi menemui dewi sri
Ia menari-nari menyambut belaian angin
Kau terpukau oleh hamparan permadani, hijau berseri-seri
Lalu kau berbisik sendiri, ‘elok nian kau dewi’
Tanpa sadar petak-petakmu berkurang, hamparan sawahmu mulai menghilang
Berganti gedung gilang-gemilang
Kau berang, orang-orang berang, semua menjadi berang
Impianmu ikut terbang
—
Puisi Lingkungan – Biru
Di batas biru lazuardi
kepak pun lelah tembus mega
hanya getar
menggelepar sebentar
lalu luluh
luka di balik sayap
masih sayat
tapi darah bukan batas
lihat
tak ada merah di cakrawala
hanya biru
kepak…
kepakkan sayapmu raja langit
hentak bumi dan terjang angkasa
Terbang…
Terbanglah lagi elang
tak ada batas di langitmu
hanya biru dan biru
—
Indahnya Potongan Surga
Indonesia, negeriku tercinta
Berjuta warna dalam satu negara
Di tanah air tumpah darah bangsa
Kita hidup di atas potongan surga
terhampar dari sabang hingga merauke
berjejer pulau pulau indah
dengan pantai dengan permadani hamparan pasir
Biru langitku, biru lautku
Gunung gunung megah tampak berdiri dengan gagah
Perkasa berhiaskan pohon – pohon hijau
Disana ada mutiara hidup para penghuninya
Tempat dimana mereka menikmati kedamaian
Indahnya negeriku
Menjelajah kepulauan yang luas
Dibawah langit tuhan
Dibawah selaksa awan yang beriringan
Indonesia, alam dari surga
Secuil keindah surgawi
yang hinggap di negeri kita
—
Namaku Alam
Perkenalkan, namaku adalah alam
Aku adalah tempat tinggal bagi flora dan fauna
Dimana bagi hewan-hewan aku adalah rumah mereka
Tempat mereka bertumbuh
Berkembang biak, dan mencari makan
Melakukan semua aktivitas kehidupan alam
Bukan hanya hewan
Tumbuhan pun merasakan hal yang sama
Bagiku, tumbuhan adalah perhiasanku
Dan hewan, adalah peliharaanku
Aku juga slalu memberi kesejukan bagi penduduk bumi
Aku memberikan oksigen bagi manusia
Aku juga memberikan sumber daya bagi mereka
Memberikan mereka energi, kekuatan, perhiasan
Dan segalanya yang mereka butuhkan
Semua itu adalah pada saat bumi masih dalam keadaan stabil
Ketika bumi tidak dipenuhi orang orang serakah
Menggunakan sumber dayaku sesuai kebuhannya saja
Tapi kini
Manusia hanya memikirkan kepentingannya sendiri
Mereka tak pernah memikirkan aku
Mereka slalu ingin lebih atas apa yg telah diberi oleh – Nya
Ketamakan, kerakusan, pemborosan
Telah membawaku kepada kerusakan
Lihat apa yang telah mereka perbuat padaku
Setelah apa yang aku berikan pada mereka
Mereka membalasnya dengan merusakku
Menebang pohon pohonku
Memberikan polusi padaku
Memburu hewan hewanku
Dan merusak ozonku
Dengan zat zat yang dulu tak pernah ada di bumi ini
Sungguh perih hati ini rasanya
Apakah tak ada kesadaran sedikit pun dihati mereka?
Apakah tak ada rasa iba mereka atas rusaknya diriku?
Sungguh, sungguh, dan sungguh sangat miris hati ini
—
Puisi Lingkungan – Bumi Pertiwi
Bumi ini….
Dialah yang memberikan tempat hidup
Dialah yang memberikan kenyamanan
Dialah yang mencukupkan segala kebutuhan
Manusia hidup berbaur didalamnya
Diliputi hati yang saling berselisih
Berjalan dengan angkuh diatas tanah pertiwi
Manusia tidak mencintai tanah ini
Tanah dengan air yang murni
Mereka tidak pernah berpikir dengan hati nurani
Merusak alam atas nama pembangunan
Menggusur alam atas nama pengembangan
Padahal manusia hanya menumpang
Tidak berhak mengotori dan menodai
Dia sudah memberikan udara, air, dan angin
Tapi manusia masih saja menjerit
Seakan-akan pemberian itu berarti
Mengambil semua dengan serakah
Kilauan tambang butakan mata
Harapan jahat terus dipahat
Udara kematian berkumpul pekat
Asap hitam pekat bergerak bebas tak terikat
Sesakkan dada matikan jiwa
Lautan berubah coklat kehitaman
Tercemar limbah kemanusiaan
Kematian pun datang dengan tergesa-gesa
Tanah ini murni sejak jaman dahulu kala
Dipenuhi dengan kehidupan dalam balutan mahkota
Sekarang menjadi gersang dan berkehidupan
Para merpati lari selamatkan diri
Tergerus oleh keserakahan
Terusir oleh keegoisan
Terbang bebas tak tentu arah
Bumi pertiwi memberikan segalanya
Manusia campakkan itu semua
Lingkungan perlahan mulai pudar
Terganti oleh nafsu egois tanpa sadar
Demikianlah kumpulan puisi lingkungan hidup terbaik yang bisa dibagikan pada postingan kali ini. Semoga kumpulan puisi yang dibagikan ini bisa memberikan manfaat dan inspirasi untuk kita semua untuk terus menjaga dan melestarikan lingkungan di sekitar kita.